Selasa, 03 Juni 2014

Flowers for Algernon

BY Unknown IN , No comments

Judul : Flowers for Algernon, Charlie Si Jenius Dungu
Penulis : Daniel Keyes
Jumlah Halaman : 457
Tahun Terbit : 2006
Genre : Klasik Science Fiksi 
Edisi : Bahasa Indonesia
ISBN : 9793330023

***

Ini bacaan wajib bagi mahasiswa psikologi. Perkembangan ilmu psikologi terkadang membuat kita hanya bisa ber-ohh atau bahkan mengatakan 'masa?' serta bisa berkata 'kok bisa?'

Membaca Flowers for Algernon berhasil membuat saya berkerut juga lega. Saya jadi tahu bagaimana nasib mereka yang menderita disabilitas. Bagaimana perlakuan lingkungan sosial kepada mereka. Kehidupan sosial seperti memberikan sebuah penolakan atas landasan perbedaan. Namun di sisi lain saya menemukan bahwa kesadaran pada difabel sama dengan kesadaran bagi mereka yang mengaku normal.

Di beberapa hal, saya malah heran dengan bacaan ini. Di sini saya belajar banyak tentang etnografi penelitian psikologi sosial. Banyak hal dicatat dengan rinci. Alur penokohan ini membuat saya kemudian berpikir sejenak. Bagi pekerja sains, hal yang wajar menjadikan hewan sebagai makhluk percobaan. Sedangkan manusia, juga perihal wajar bagi mereka. Ini yang sulit dikompromikan menurut saya. Sebagai orang yang berlatar belakang ilmu sosial, memposisikan hewan dan manusia adalah dua hal berbeda. Menjadikan mereka sebagai bahan eksperimen itu menyakitkan. Menyakitkan bagi mereka secara mental. Menurunkan kepercayaan diri mereka bahwa mereka juga manusia.

Perkembangan wacana pengetahuan memang membuat kita tidak hanya menjadikan eksperimen sebagai salah satunya alat untuk mendapatkan pengetahuan. Kebenaran pengetahuan bukanlah sesuatu yang harus kita buktikan banyak di laboratorium. 


Ada banyak metode pembuktian sebenaran selain hal-hal yang sifatnya empirikal. Namun bagi manusia modern, hal materil adalah dewa yang mereka sembah.Manusia modern tergila-gila dengan benda-benda. Mereka melampiaskan keinginannya untuk memiliki, mengoleksi, mengumpulkan benda sebanyak mungkin. Mereka mengumpulkan pujian serta penghargaan di atas segalanya. bahkan ketika harus mengorbankan hal lain

Tapi pernahkah para ilmuan yang melakukan eksperimen memikirkan bahwa ada hal-hal di luar sesuatu ang sifatnya empirikal? apakah semua hal harus membuat kita melakukan percobaan? setelah melakukan percobaan, mereka memang memikirkan apa efek yang bisa terjadi. Lalu, apakah tindakan setelahnya? Apakah kemanusiaan berbicara tentang eksperimen laboratorium? Atau ada hal lain yang kita perlukan untuk memahaminya?


Menurut saya, Daniel Keyes ingin mengantarkan makna kepada kita bahwa ada nilai kemanusiaan yang kita lupa hari ini. Manusia modern terjebak pada definisi manusia sempurna yang dilihat dari sisi fisik saja. Manusia normal adalah manusia yang lengkap dengan seluruh anggota tubuh serta memiliki mentalitas yang baik. Mentalitas baik bagi manusia modern adalah mereka yang jauh dari keterbelakangan mental, mengoptimalkan fungsi otak secara seimbang. Secara sederhana, manusia adalah mereka yang tidak cacat.

Saya sedih menemukan fakta yang diungkaplan oleh Keyes. Kita selalu memberi cap diri sendiri bahwa kita adalah manusia normal. Charlie, tokoh dalam novel Keyes adalah contoh manusia yang tidak diterima masyarakat banyak dalam pergaulan sosial. Mengapa pergaulan kita melihat pada perbedaan?

Namun Daniel mengungkapkan lebih dari itu. Daniel ingin menegaskan bahwa aspek kehidupan manusia tidak hanya wilayah fisiologis atau sisi fisik saja. aspek psikologi adalah hal lain dalam diri manusia yang patut diperhatikan juga.

Disebabkan karena ketidaknormalan yang disadari Charlie pada dirinya, bahwa ia bodoh tidak sepintar dan senormal yang lainnya, maka ia memutuskan mengikuti penelitian yang bisa mengubahnya menjadi pintar. Charlie diharuskan menulis sebuah Diary tentang kemajuan yang ia alami.

Sejumlah test pun diberikan kepadanya. Tak hanya Charlie saja, penelitian itu juga diujikan kepada Algernon, seekor tikus. Dalam catatan harian yang dituliskan Charlie, ia sering menyebut-nyebut Algernon. Lambat laun, banyak hal-hal yang kemudian dirasakan Charlie. Ia sama sensitifnya seperti manusia lain yang disebut normal. Hingga perkembangan pesat Algernon, sang tikus, juga terjadi padanya.

Beberapa kali test, Algernon mampu memecahkan tingkat kesulitan dari test tersebut. Karena penelitian ini berkaitan dengan meningkatkan kapasitas otak, maka hal serupa juga meningkatkan kapasitas otak pada Charlie. Namun pemberian dosis-dosis tertentu berbeda bagi keduanya. Charlie berharap kemajuannya mampu mempengaruhi serta mengubah hidupnya.

*

Renungan kisah Charlie ini penting bagi mereka yang mendewakan IQ tinggi. Bisakah Charlie memilih sejak awal untuk dilahirkan dalam segala bentuk keterbatasan yang ada? Perbedaan yang lebih ditekankan oleh orang-orang ketimbang memperlakukan difabel selayaknya manusia masih terjadi. Ini terlihat dari ruang-ruang yang tidak banyak tersedia bagi mereka. Akses informasi jika tidak berdasar pada usaha pribadi, akan sulit untuk ditemukan.

Tahun ini saja, kita dibuat panas dengan sejumlah aturan yang menyatakan bahwa difabel dan yang terlahir tidak mendapat akses masuk perguruan tinggi. Untung saja pemerintah cepat mengubah hal itu. Beragam protes telah mencoreng wajah negara kita, disebut sebagai pelanggar HAM.

0 komentar: