Senin, 27 Oktober 2014

Nelayan Makassar; Kepercayaan, Karakter

BY Unknown IN , , 1 comment


Judul Buku : Nelayan Makassar Kepercayaan, Karakter
Penulis : Prof. Dr. Tajuddin Maknun, S.U.
Penerbit : Identitas Unhas, Makassar
Cetakan : I
Tahun terbit : 2012
ISBN : 978-6028405-26-3

Makassar adalah salah satu wilayah Indonesia di sisi timur yang memiliki potensi kemaritiman. Ditulis oleh seorang Guru Besar Fakultas Sastra Universitas Hasanuddin, Makassar, buku ini menyajikan secara lengkap tentang kehidupan nelayan mulai dari keyakinan hingga kebiasaannya. Tulisan ini adalah hasil penelitian yang diharapkan menambah wacana budaya masyarakat hingga terjalin integritas sosial dan harmoni kultural etnis. 

Ketika melihat buku ini pertama kali terpajang pada sebuah toko buku di pusat perbelanjaan, saya memilih mengamatinya dengan seksama. Ditulis oleh dosen saya di kampus. Saya memang bukan mahasiswanya, apalagi terdaftar di Fakultas Sastra. Saya hanya peminat bacaan budaya dan sastra yang tidak digandrungi anak muda. Berada pada jajaran buku budaya, saya tahu. Buku ini tidak masuk kategori ‘best seller’. 

Buku bersampul merah darah ini berisi uraian mengenai foklor lisan (doa atau mantra), legenda Galesong, masyarakat Galesong, sistem pengetahuan tradisional, hingga lagu yang digunakan memanggil ikan.

Sistem kepercayaan yang dianut masyarakat nelayan tidak lagi banyak bertahan. Buku ini seperti oase dalam dahaga mencari jejak kearifan masa lalu. Dalam buku Nelayan Makassar ini, karakter nelayan kemudian ditonjolkan pada sistem nilai yang mereka anut. Profesi nelayan tidak hanya sekedar orang yang dipandang mengambil ikan di laut. Menjadi nelayan berarti berbicara tentang menjaga keseimbangan alam yang menyediakan sumber daya bagi manusia.

Uniknya, karakter masyarakat nelayan kemudian tercermin dari sistem kepercayaan mereka. Mereka meyakini bahwa alam dan manusia haruslah hidup berdampingan. Untuk menjaga kelangsungan eksistensi alam semesta yang menyediakan makanan bagi manusia, manusia haruslah berterimakasih. Kemudian terlaksanalah bentuk penghargaan itu pada kebiasaan mereka dalam keseharian. Bentuk memuliakan laut dilakukan dengan mengadakan upacara ritual sebelum turun mencari ikan, mereka juga mematuhi waktu agar tangkapan berjumlah banyak, apa yang harus mereka lakukan dalam persiapan melaut, mantra yang dirapalkan saat menaiki perahu, juga lagu dalam memanggil ikan.

Humanisme tampak dalam cengkrama para nelayan terhadap ikan dan manusia. Ada pembagian struktural dalam kapal. Begitu pula posisi bagi hasil antara punggawa dan sawi. Ikan diperlakukan selayaknya ia makhluk hidup yang didatangkan dengan keikhlasannya. Rejeki (ikan) yang diperoleh nelayan bukan pula kekayaan yang ditujukan pada ketamakan.
Bacaan ini memang bersifat ilmiah. Namun menjadi sebuah khasanah baru bagi kita yang mengetahui bagaimana seekor ikan tersaji di piring makan. Bacaan ini membuka mata kita bahwa ikan yang diperdagangkan memiliki muatan ekonomis, ekologis, bahkan teologis.

 


1 komentar:

Unknown mengatakan...

Tabe' mohon informasinya dmn bisa beli buku ini.. Makasih