Judul Buku : Nelayan Makassar Kepercayaan, Karakter
Penulis : Prof. Dr. Tajuddin Maknun, S.U.
Penerbit : Identitas Unhas, Makassar
Cetakan : I
Tahun terbit : 2012
ISBN : 978-6028405-26-3
Makassar adalah salah satu wilayah Indonesia di sisi timur yang memiliki
potensi kemaritiman. Ditulis oleh seorang Guru Besar Fakultas Sastra
Universitas Hasanuddin, Makassar, buku ini menyajikan secara lengkap tentang
kehidupan nelayan mulai dari keyakinan hingga kebiasaannya. Tulisan ini adalah
hasil penelitian yang diharapkan menambah wacana budaya masyarakat hingga
terjalin integritas sosial dan harmoni kultural etnis.
Ketika melihat buku ini pertama kali terpajang pada sebuah toko buku di
pusat perbelanjaan, saya memilih mengamatinya dengan seksama. Ditulis oleh
dosen saya di kampus. Saya memang bukan mahasiswanya, apalagi terdaftar di
Fakultas Sastra. Saya hanya peminat bacaan budaya dan sastra yang tidak
digandrungi anak muda. Berada pada jajaran buku budaya, saya tahu. Buku ini
tidak masuk kategori ‘best seller’.
Buku bersampul merah darah ini berisi uraian mengenai foklor lisan (doa atau
mantra), legenda Galesong, masyarakat Galesong, sistem pengetahuan tradisional,
hingga lagu yang digunakan memanggil ikan.
Sistem kepercayaan yang dianut masyarakat nelayan tidak lagi banyak
bertahan. Buku ini seperti oase dalam dahaga mencari jejak kearifan masa lalu.
Dalam buku Nelayan Makassar ini, karakter nelayan kemudian ditonjolkan pada
sistem nilai yang mereka anut. Profesi nelayan tidak hanya sekedar orang yang
dipandang mengambil ikan di laut. Menjadi nelayan berarti berbicara tentang
menjaga keseimbangan alam yang menyediakan sumber daya bagi manusia.
Uniknya, karakter masyarakat nelayan kemudian tercermin dari sistem
kepercayaan mereka. Mereka meyakini bahwa alam dan manusia haruslah hidup
berdampingan. Untuk menjaga kelangsungan eksistensi alam semesta yang
menyediakan makanan bagi manusia, manusia haruslah berterimakasih. Kemudian
terlaksanalah bentuk penghargaan itu pada kebiasaan mereka dalam keseharian.
Bentuk memuliakan laut dilakukan dengan mengadakan upacara ritual sebelum turun
mencari ikan, mereka juga mematuhi waktu agar tangkapan berjumlah banyak, apa
yang harus mereka lakukan dalam persiapan melaut, mantra yang dirapalkan saat
menaiki perahu, juga lagu dalam memanggil ikan.
Humanisme tampak dalam cengkrama para nelayan terhadap ikan dan manusia. Ada
pembagian struktural dalam kapal. Begitu pula posisi bagi hasil antara punggawa
dan sawi. Ikan diperlakukan selayaknya ia makhluk hidup yang didatangkan dengan
keikhlasannya. Rejeki (ikan) yang diperoleh nelayan bukan pula kekayaan yang
ditujukan pada ketamakan.
Bacaan ini memang bersifat ilmiah. Namun menjadi sebuah khasanah baru bagi
kita yang mengetahui bagaimana seekor ikan tersaji di piring makan. Bacaan ini
membuka mata kita bahwa ikan yang diperdagangkan memiliki muatan ekonomis,
ekologis, bahkan teologis.
1 komentar:
Tabe' mohon informasinya dmn bisa beli buku ini.. Makasih
Posting Komentar